quarta-feira, 15 de abril de 2009

DIPLOMASI-Konferensi Interfaith Dialogue Italia

Pada tgl. 4 Maret lalu Kementrian Luar Negri RI mengadakan konferensi Dialog Agama dengan Kementrian Luar Negri Italia di Roma bertajuk “Unity in Diversity: The culture of Coexistence in Indonesia” (Il modello indonesiano per una società del convivere).

Hadir Menlu Hassan Wirajuda, Prof. Hasyim Muzadi, President of the Nahldatul Ulama (NU); Prof. Bahtiar Effendi, Director of Political Affairs of Muhammadiyah; Archbishop Martinus D. Situmorang, President of the Indonesian Catholic Bishops’ Conference (KWI); Prof. Siti Musdah Mulia, President of the Indonesian Conference on Religion for Peace (ICRP); Prof. Azyumardi Azra, Decant of the Syarif Hidayatullah University; Mr. Philip K. Wijaya, General Secretary of the Buddhist Council dan penulis terkenal dan Rektor UIN Jakarta, Komarudin Hidayat.

Dalam konferensi ini Pater Markus Solo, SVD di wawancarai oleh para wartawan
mengenai o tema dan hasilnya sebagai berikut:


Reformasi Dialog Islam - Kristen Merupakan Fenomena Menarik

Sejauh pengamatan saya pribadi, walaupun saya bekerja di luar negeri, yaitu di Vatikan dan kebetulan juga menangani dialog Kristen-Islam di Asia, saya melihat bahwa Indonesia berada dalam posisi yang tepat, artinya Indonesia sadar akan pentingnya dialog antar agama sebagai strategi untuk mempromosikan dan memperdalam ko-eksistensi dari masyarakat plural yang ada di Indonesia.

Saya yakin ini merupakan suatu strategi yang sangat penting, dimana saya melihat bahwa ini bukan suatu pilihan, tetapi merupakan suatu keharusan. Kesadaran ini sudah muncul di berbagai kalangan masyarakat Indonesia, baik Muslim, Kristen maupun agama-agama lainnya.

Saya melihat bahwa dialog antar agama merupakan suatu hal yang sangat penting yang dikembangkan dimana-mana didalam masyarakat Indonesia, dan hendaknya ini merupakan suatu kesadaran baru yang terus dipupuk menjadi prinsip bangsa kita bahwa dialog adalah sesuatu hal yang sangat penting karena merupakan tuntutan untuk masyarakat Indonesia.

Dari kantor pusat agama Katolik di Vatikan, kami melihat bahwa dialog antara Kristen dan Islam, setelah 1400 tahun lahirnya Islam, mengalami sebuah evolusi yang sangat menarik. Ada hal-hal bagus yang menarik yang dikembangkan, dimana inisiatif dialog dibuat disini, Italia dan kemudian di Madrid, Spanyol dan dimana-mana. Termasuk dalam hal ini keterbukaan dari Raja Saudi Arabia untuk mengorganisir dan mempromosikan dialog antar agama ini.

Terjadi reformasi-reformasi kecil, dimana terkait dengan dialog antar agama ini, beliau datang sendiri ke Vatikan untuk bertemu dengan Sri Paus pada November 2008. Semuanya itu merupakan suatu perkembangan yang sangat positif, dimana untuk kami di Vatikan, pemahaman perdamaian dan harmoni merupakan suatu perkembangan yang membuat kami untuk lebih membuka diri dan mencari kemungkinan-kemungkinan baru untuk bisa bertemu dan mempromosikan dialog.

Untuk tahun ini misalnya, Dewan kami di Vatikan memprogramkan kunjungan ke Indonesia yang akan menjadi kunjungan pertama secara resmi Vatikan ke Indonesia. Kunjungan ini untuk melihat dari dekat, sejauh mana umat Kristen dan umat Islam serta umat agama-agama lain di Indonesia mempromosikan dialog, sejauh mana kerukunan umat beragama itu menjadi bagian dan keharusan bagi kehidupan masyarakat kita di Indonesia.

Segala sesuatu yang dilakukan oleh kelompok minoritas yang bertendensi kekerasan seperti misalnya aksi-aksi terorisme yang menelan begitu banyak korban jiwa dari orang-orang yang tidak bersalah, tentunya itu sangat disesalkan. Hal itu sebetulnya tidak boleh terjadi terutama kepada orang-orang yang mengaku beragama, karena Tuhan adalah kebaikan, jadi mengapa kebaikan itu diekspresikan dengan menyakiti orang lain. Itu merupakan suatu
hal yang kontradiktif didalam pemahaman tentang agama itu sendiri.

Tetapi kami dari pihak dialog antar agama di Vatikan menggalang kerjasama dengan orang-orang yang berkehendak baik, goodwill people untuk memupuk perdamaian dan bekerja keras bersama kami agar dialog dan perdamaian menjadi bagian integral dari kehidupan bermasyarakat. Dan syukur bahwa orang-orang yang berkehendak baik atau katakanlah orang-orang yang moderat itu masih menempati posisi yang kuat sebagai mayoritas di seluruh dunia.

Dengan mereka kami mencari dan mengembangkan strategi, mencari jalan-jalan baru untuk bekerjasama mempromosikan dialog, karena kami menemukan kesulitan untuk bisa langsung masuk ke kelompok-kelompok minoritas yang ekstrim. Dalam agama Kristen ada juga kelompok-kelompok seperti itu, hanya mereka tidak menggunakan kekerasan secara lisan atau langsung.

Kami sangat senang bahwa kami selalu mendapat partner kerja dari pihak Muslim yang berkehendak baik, dimana mereka termasuk
didalam kelompok mayoritas yang bisa diajak bekerjasama untuk saling memahami. Tentunya dialog itu sendiri berbeda-beda levelnya, dan kita tidak mengatakan bahwa dialog itu mudah, namun pada level-level tertentu kita betul-betul saling memahami dan tahu bahwa kita mempunyai concern yang sama, dan kita bekerjasama bergandengan tangan untuk mempromosikan dialog perdamaian dan harmoni.

Tentu saja ini suatu ide yang sangat bagus, dimana didalam agama Katolik, kami semua yang berkecimpung didalam dialog antar agama ini mengenal adanya jenis-jenis dialog, teori, dan juga praktikalnya. Jadi ini merupakan suatu aspek yang sangat nyata dari sebuah dialog dalam level praktis. Misalnya kami kemarin mengadakan pertemuan dan kerjasama yang sangat menarik dengan World Could Islamic Society dari Libya, yang bergerak dibidang penanganan krisis secara langsung.

Jadi mereka juga mempunyai kehendak baik melakukan kerjasama dengan kita untuk membangun suatu wadah yang baik dan permanent didalam menangani berbagai krisis. Itu merupakan dialog yang sangat menyentuh hakikat kehidupan manusia, yang seringkali terjadi berbagai hal ini dan itu, namun demikian sebagai orang yang beriman dari berbagai macam agama, kita bisa bekerjasama dengan cepat untuk bisa menangani berbagai krisis.

Ini merupakan suatu hal yang sangat bagus, dan mungkin baru dikembangkan dalam level lokal, karena sampai sekarang belum ada suatu organisasi internasional yang bisa mengayomi bagian dunia yang lebih luas. Kalau seandainya organisasi semacam ini ada, maka merupakan suatu hal yang sangat membantu, karena kalau terjadi krisis, baik itu krisis kemanusiaan, konflik, bencana alam dan sebagainya, kita bisa bergerak cepat secara bersama-sama.[]

Sem comentários: